bintang jatuh

Rabu, 21 Desember 2011

apresiasi ayat-ayat cinta

“AYAT-AYAT CINTA”
Sebelumnya kita sudah pernah mendengar tentang novel ayat-ayat cinta yang berhasil merebut perhatian publik lalu berhasil laku keras pula di dunia perfilman. Yang juga membanggakan, novel tersebut tidak hanya menggebrak di Indonesia,di Negara jiran seperti brunei, Malaysia dan singapura, novel ini sangat digemari, sehingga menjadi best seller dalam karya sastra modern. Seperti novel-novel islami yang kebanyakan mencoba menebarkan dakwah melalui sebuah karya seni, namun setelah ditelaah lebih lanjut ternyata novel ini merupakan gabungan dari novel islami, budaya dan novel cinta yang banyak sekali disukai anak-anak muda pada umumnya. Dengan kata lain, novel ini merupakan sarana yang tepat sebagai media penyaluran dakwah yang tepat kepada siapa saja untuk yang ingin mengetahui lebih banyak tentang islam, khususnya para kawula muda yang kelak akan menjadi penerus bangsa. Di tugas kali ini saya akan mengapresiasikan tentang novel fenomenal ini, yaitu ayat-ayat cinta (sebuah novel pembangun jiwa), karya Habiburrahman El Shirazy, seorang sarjana lulusan mesir di Al-Azhar University Cairo. Novel ini menurut saya bukan hanya sekedar bacaan atau sekadar novel belaka, akan tetapi bisa menjadi motivasi hidup seorang muslim atau muslimah untuk menjadi lebih bijak dan lebih balk dalam menjalani hidup ini. Saya sangat mengagumi tokoh Fahri dalam novel ini, tokoh yang menjadi inspirasi saya dalam mencari jalan yang lurus demi mendapat ridha Allah swt. Saya bahkan berharap mendapat pendamping seperti fahri, menjadi wanita yang beruntung seperti aisha dan maria.
Dalam novel ini penulis menggambarkan suasana mesir. Halaman pertama menceritakan suasana mesir di musim panas. Tokoh utama disini adalah pemuda asal Indonesia yaitu Fahri, yang diceritakan dalam kehidupannya sehari-hari. Penulis sangatlah pintar untuk merangkai kata-kata didalam novel ini, bahkan kita sebagai pembaca seakan-akan menjadi tokoh fahri dalam novel ini. Hal ini berhasil dirasakan karena penulis menggunakan pencitraan orang pertama “aku”. Yang menarik dari novel ini adalah kepandaian penulis yang menyisipkan pesan-pesan moral dalam ceritanya. Disini penulis juga mampu menyampaikan dakwah-dakwahnya secara halus. Kitapun disini bisa memperbaiki pembelajaran tentang islam setelah membaca dialog-dialog di dalam novel ini. Dalam novel ini penulis juga mengajarkan kesabaran, menahan diri dari kesusahan dalam menjalankan perintah-perintah Allah swt perintahkan dengan ridha dan yakin akan pahala yang akan didapat. Seperti yang terdapat dalam novel Fahri mahasiswa asal Indonesia, yang sabar untuk menahan diri sekuat tenaga untuk tidak mengerjakan kemaksiatan yang terjadi di hadapannya, ujian demi ujian yang dilewati oleh tokoh utama (Fahri) dengan cara baik dan adil, karena di novel ini terdapat juga sebuah cerita mengisahkan orang yang tidak tahu batasan hubungan terhadap lawan jenis dalam ajaran islam.
Novel ini juga termasuk novel yang romantis, karena mengandung kisah perjalanan cinta dua anak manusia yang berbeda latar belakang dan budayanya, yang satu adalah mahasiswa dari Indonesia yang sedang menjalankan s2 di universitas Al-Azhar mesir, dan yang satunya lagi mahasiswa asal jerman yang kebetulan juga sedang menjalankan pendidikannya di mesir. Berteman dengan panas dan debu Mesir. Bersosialisasi dengan berbagai macam target dan kesederhanaan hidup. Bertahan dengan menjadi penerjemah buku-buku agama. Belajar di Mesir, membuat Fahri dapat mengenal Maria, Nurul, Noura, dan Aisha. Maria Grigis adalah tetangga satu flat Fahri, yang beragama Kristen Koptik tapi mengagumi Al Quran. Dan menganggumi Fahri. Kekaguman yang berubah menjadi cinta. Sayangnya, cinta Maria hanya tercurah dalam diary saja. Sementara Nurul adalah anak seorang kyai terkenal, yang juga menimba ilmu di Al Azhar. Sebenarnya Fahri menaruh hati pada gadis manis ini. Sayang rasa mindernya yang hanya anak keturunan petani membuatnya tidak pernah menunjukkan rasa apa pun pada Nurul. Sementara Nurul pun menjadi ragu dan selalu menebak-nebak. Sedangkan Noura adalah tetangga Fahri, yang selalu disika Ayahnya sendiri. Fahri berempati penuh dengan Noura dan ingin menolongnya. Hanya empati saja. Tidak lebih! Namun Noura yang mengharap lebih. Dan nantinya ini menjadi masalah besar ketika Noura menuduh Fahri memperkosanya. Dan yang terakhir adalah Aisha. Si mata indah yang menyihir Fahri. Sejak sebuah kejadian di metro, saat Fahri membela Islam dari tuduhan kolot dan kaku, Aisha jatuh cinta pada Fahri. Dan Fahri juga tidak bisa membohongi hatinya.
Novel ini dimulai Fahri sedang dalam perjalanan menuju Masjid Abu Bakar Ash-Shiddiq yang terletak di Shubra El-Kaima, ujung utara kota Cairo, untuk talaqqi (belajar secara face to face pada seorang syaikh) pada Syaikh Utsman, seorang syaikh yang cukup tersohor di Mesir. Dengan menaiki metro, Fahri berharap ia akan sampai tepat waktu di Masjid Abu Bakar As-Shiddiq. Di metro itulah ia bertemu dengan Aisha. Aisha yang saat itu dicaci maki dan dihina oleh orang-orang Mesir karena memberikan tempat duduknya pada seorang nenek berkewarganegaraan Amerika, ditolong oleh Fahri. Pertolongan tulus Fahri memberikan kesan yang berarti pada Aisha. Mereka pun berkenalan. Dan ternyata Aisha bukanlah gadis Mesir, melainkan gadis Jerman yang juga tengah menuntut ilmu di mesir.  Di Mesir Fahri tinggal bersama dengan keempat orang temannya yang juga berasal drai Indonesia. Mereka adalah Siful, Rudi, Hamdi, dan Misbah. Mereka tinggal di sebuah apartemen sederhana yang mempunyai dua lantai, dimana lantai dasar menjadi tempat tinggal Fahri dan empat temannya, sedangkan yang lantai atas ditemapati oleh keluarga Kristen Koptik yang sekaligus menjadi tetangga mereka. Keluarga ini terdiri dari Tuan Boutros, Madame Nahed dan dua orang anak mereka, yaitu Maria dan Yousef. Walau keyakinan mereka berbeda, tapi antara keluarga Fahri dan Tuan Boutros terjalin hubungan yang sangat baik. Terlebih Fahri dan Maria berteman begitu akarab. Fahri menyebut Maria sebagai gadis koptik yang aneh. Bagaimana tidak, Maria mampu menghafal surat Al-Maidah dan surat Maryam. Selain bertetangga dengan keluarga Tuan Boutros, Fahri juga mempunyai tetangga lain berkulit hitam yang pelakuannya berbanding seratus perset dengan keluarga Boutros. Kepala keluarga ini bernama Bahadur. Istrinya bernama madame Syaima dan anak-anaknya bernama Mona, Suzanna, dan Noura. Bahadur, madame Syaima, Mona, dan Suzanna sering menyiksa noura karena rupa serta warna rambut Noura yang berbeda dengan mereka. Noura berkulit putih dan berambut pirang. Ya, nasib Noura memang malang. Suatu malam Noura diusir Bahadur dari rumah. Noura diseret ke jalan sembari dicambuk. Tangisannya membuat fahri tidak tega melihat Noura diperlakukan demikian oleh Bahadur. Ia meminta Maria melalui sms untuk menolong Noura. Fahri tidak bisa menolong Noura secara langsung karena Noura bukan muhrimnya. Maria pun bersedia menolong Noura malam itu. Ia membawa Noura ke flatnya. Fahri dan Maria berusaha mencari tahu siapa keluarga Noura sebenarnya. Mereka yakin Noura bukanlah anak Bahadur dan madame Syaima.  Dan benar. Noura bukan anak mereka. Noura yang malang itu akhirnya bisa berkumpul bersama orang-orang yang menyayanginya. Ia sangat berterima kasih pada Fahri dan Maria. Sementara itu, Aisha tidak dapat melupakan pemuda yang baik hati mau menolongnya di metro saat itu. Aisha rupanya jatuh hati pada Fahri. Ia meminta pamannya Eqbal untuk menjodohkannya dengan Fahri. Kebetulan, paman Eqbal mengenal Fahri dan Syaik Utsman. Melalui bantuan Syaik Utsman, Fahri pun bersedia untuk menikah dengan Aisha. Mendengar kabar pernikahan Fahri, Nurul menjadi sangat kecewa. Paman dan bibinya sempat datang ke rumah Fahri untuk memberitahu bahwa keponakannya sangat mencitai Fahri. Namun terlambat! Fahri akan segera menikah dengan Aisha. Oh, malang benar nasib Nurul. Dan pernikahan Fahri dengan Aisha pun berlangsung. Fahri dan Aisha memutuskan untuk berbulan madu di sebuah apartemen cantik selama beberapa minggu. Sepulang dari ‘bulanmadu’nya, Fahri mendapat kejutan dari Maria dan Yousef. Maria dan adiknya itu datang ke rumah Fahri untuk memberikan sebuah kado pernikahan. Namun Maria tampak lebih kurus dan murung. Memang, saat Fahri dan Aisha menikah, keluarga Boutros sedang pergi berlibur. Alhasil, begitu mendengar Fahri telah menjadi milik wanita lain dan tidak lagi tinggal di flat, Maria sangat terpukul. Kebahagian Fahri dan Aisha tidak bertahan lama karena Fahri harus menjalani hukuman di penjara atas tuduhan pemerkosaan terhadap Noura. Noura teramat terluka saat Fahri memutuskan untuk menikah dengan Aisha. Di persidangan, Noura yang tengah hamil itu memberikan kesaksian bahwa janin yang dikandungnya adalah anak Fahri. Pengacara Fahri tidak dapat berbuat apa-apa karena ia belum memiliki bukti yang kuat untuk membebaskan kliennya dari segala tuduhan. Fahri pun harus mendekam di bui selama beberapa minggu. Satu-satunya saksi kunci yang dapat meloloskan Fahri dari fitnah kejam Noura adalah Maria. Marialah yang bersama Noura malam itu (malam yang Noura sebut dalam persidangan sebagai malam dimana Fahri memperkosanya). Tapi Maria sedang terkulai lemah tak berdaya. Luka hati karena cinta yang bertepuk sebelah tangan membuatnya jatuh sakit. Tidak ada jalan lain. Atas desakan Aisha, Fahri pun menikahi Maria. Aisha berharap, dengan mendengar suara dan merasakan sentuhan tangan Fahri, Maria tersadar dari koma panjangnya. Dan harapan Aisha menjadi kenyataan. Maria dapat membuka matanya dan kemudian bersedia untuk memberikan kesaksian di persidangan. Alhasil, Fahri pun terbebas dari tuduhan Noura. Dengan kata lain, Fahri dapat meninggalkan penjara yang mengerikan itu. Noura menyesal atas perbuatan yang dilakukannya. Dengan jiwa besar, Fahri memaafkan Noura. Dan, terungkaplah bahawa ayah dari bayi dalam kandungan Noura dalah Bahadur. Fahri, Aisha, dan Maria mampu menjalani rumah tangga mereka dengan baik. Aisha menganggap Maria sebagai adiknya, demikian pula Maria yang menghormati Aisha selayaknya seorang kakak. Tidak ada yang menduga jika maut akhirnya merenggut Maria. Namun Maria beruntung karena sebelum ajal menjemputnya, ia telah menjadi seorang mu’alaf.
Seperti yang kita ketahui bahwa novel ini pernah di filmkan, tetapi saya merasa banyak sekali perbedaan antara film dengan novel nya, antara lain :
§  Di novel  tokoh Maria tinggal bersama  Tuan Boutros (ayah),  Madame Nahed (ibu), dan Yousef (adik lelakinya). Sedangkan di film Maria hanya tinggal bersama Madame Nahed.
§  Di novel, adik dan ibu maria berulang tahun, Fahri memberi hadiah ulang tahun kepada Madame Nahed sebuah tas tangan dan untuk Yousef sebuah kamus bahasa Perancis sedangkan di film tidak ada adegan seperti itu.
§  Di novel sejak tahu Fahri menikahi Aisha, Maria sakit hati dan langsung jatuh sakit. Sedangkan di film Menikahnya Fahri dengan Aisha tidak mengakibatkan Maria jatuh sakit dan sakitnya Maria justru karena ditabrak mobil
§  Di novel saat menjelang akhir hayatnya, Maria meminta Fahri untuk mengajarkannya berwudhu karena dia bermimpi bahwa dia tidak dapat masuk sorga kalau tidak berwudhu sedangkan di film Menjelang akhir hayatnya, Maria meminta Fahri untuk mengajarkannya shalat dan dia tidak diceritakan bermimpi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar